Rezim pemerintahan SBY-Boediono kini semakin diragukan kualitas dan keberpihakannya pada rakyat sesuai dengan janjinya. Rezim pemerintahan SBY-Boediono ini dinilai hanya pandai dalam melakukan manipulasi dan pencitraan agar terlihat baik di hadapan publik.
Salamuddin Daeng dari Instite Global Justice (IGJ), sempat menyoroti dua manipulasi yang sudah dilakukan oleh rezim SBY-Boediono ini. Yang pertama, yaitu manipulasi keuangan Negara untuk mengisi kantong kekuasaan, dan yang kedua, adalah manipulasi indikator kesejahteraan rakyat dalam rangka pencitraan politik.
Manipulasi keuangan negara ini dilakukan dengan memperbesar keuangan pemerintah dengan cara mencetak surat hutang hingga mencapai USD 54,308 milyar (atau sejumlah Rp 488,77 triliun). Selama 6 tahun ini terjadi peningkatan Surat Berharga Negara 156,40%. Inilah sebenarnya penyebab terjadi peningkatan devisa negara secara tajam , dimana 92,7% dari devisa USD 89,032 miliar pada Januari 2011, bersumber dari Surat Hutang.
Surat hutang tersebut digunakan untuk membiayai APBN (antara lain: gaji, stimulus keuangan dan perdagangan bagi PMA) dan membiayai impor,termasuk impor pangan yang marak dalam 6 tahun terakhir. Peningkatan APBN (2004-2010) terdapat peningkatan penerimaan Rp 452,27 triliun sebagian berasal dari penjualan surat berharga negara (Rp 488,77 triliun tsb diatas).
Pada saat yang sama penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA) mengalami penurunan. Jadi pemerintahan ini tidak menghidupkan negara dari produktivitas tapi dari menjual aset-aset negara melalui hutang.
Sementara pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dipasok dari sumber-sumber impor (16 komponen impor senilai 3,2 milyar USD). Akibat serangan produk-produk impor ini, maka pengangguran dan kemiskinan meningkat. Namun angka-angka kemiskinan dan pengangguran juga dimanipulasi. Indikator orang miskin diturunkan, yang seharusnya 2USD/hr/kapita sesuai standar Bank Dunia, menjadi Rp 7.200. Sementara orang bekerja 8 jam perhari (menurut UU) tetapi yang kerja 1 jam perminggu dianggap bukan penganggur)
Salamuddin Daeng dari Instite Global Justice (IGJ), sempat menyoroti dua manipulasi yang sudah dilakukan oleh rezim SBY-Boediono ini. Yang pertama, yaitu manipulasi keuangan Negara untuk mengisi kantong kekuasaan, dan yang kedua, adalah manipulasi indikator kesejahteraan rakyat dalam rangka pencitraan politik.
Manipulasi keuangan negara ini dilakukan dengan memperbesar keuangan pemerintah dengan cara mencetak surat hutang hingga mencapai USD 54,308 milyar (atau sejumlah Rp 488,77 triliun). Selama 6 tahun ini terjadi peningkatan Surat Berharga Negara 156,40%. Inilah sebenarnya penyebab terjadi peningkatan devisa negara secara tajam , dimana 92,7% dari devisa USD 89,032 miliar pada Januari 2011, bersumber dari Surat Hutang.
Surat hutang tersebut digunakan untuk membiayai APBN (antara lain: gaji, stimulus keuangan dan perdagangan bagi PMA) dan membiayai impor,termasuk impor pangan yang marak dalam 6 tahun terakhir. Peningkatan APBN (2004-2010) terdapat peningkatan penerimaan Rp 452,27 triliun sebagian berasal dari penjualan surat berharga negara (Rp 488,77 triliun tsb diatas).
Pada saat yang sama penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA) mengalami penurunan. Jadi pemerintahan ini tidak menghidupkan negara dari produktivitas tapi dari menjual aset-aset negara melalui hutang.
Sementara pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dipasok dari sumber-sumber impor (16 komponen impor senilai 3,2 milyar USD). Akibat serangan produk-produk impor ini, maka pengangguran dan kemiskinan meningkat. Namun angka-angka kemiskinan dan pengangguran juga dimanipulasi. Indikator orang miskin diturunkan, yang seharusnya 2USD/hr/kapita sesuai standar Bank Dunia, menjadi Rp 7.200. Sementara orang bekerja 8 jam perhari (menurut UU) tetapi yang kerja 1 jam perminggu dianggap bukan penganggur)
Lalu berapa sebenarnya BESAR UTANG PEMERINTAHAN INDONESIA?
Jurnal-ekonomi.org – Berapakah utang pemerintah Indonesia pada tahun ini? Menurut Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Oktober 2010, jumlah seluruh utang pemerintah mencapai US$ 185,3 milyar. Bila dirupiahkan dengan kurs Rp 9000/ US dollar, maka utang negara kita mencapai Rp 1.667,70 trilyun. Jika dibagi jumlah penduduk Indonesia 237,556 juta jiwa berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, maka setiap penduduk Indonesia memikul utang negara sebesar Rp 7 juta.Dalam sepuluh tahun terakhir, utang pemerintah berkembang pesat dari US$122,42 milyar pada tahun 2001 menjadi US$185,3 milyar pada tahun 2010. Selama periode tersebut utang negara bertambah US$ 61,88 milyar atau setara Rp 556,92 trilyun.
Dengan demikian selama sepuluh tahun terakhir pemerintahan 3 rezim; Gusdur, Megawati, dan SBY, negara tidak memiliki kemampuan mengurangi ketergantungan terhadap utang apalagi menghilangkannya. Justru utang negara meningkat 50,56% atau hampir setengah dari jumlah utang tahun 2001.
Pemerintahan SBY yang sudah memasuki dua periode jabatan, memiliki andil besar dalam menggelembengkuan utang negara. Sejak tahun 2004 hingga 2010, utang negara bertambah US$45,42 milyar dollar atau sekitar Rp 408,78 trilyun. Jadi dari 50,56% peningkatan utang negara sejak 2001, pemerintahan SBY menyumbangkan peningkatan utang sebesar 37,10%. Jika dihitung sejak tahun 1970 dengan jumlah utang pemerintah pada saat itu mencapai US$2,77 milyar, maka utang negara selama 40 tahun terakhir bertambah sebesar 6.589,53%.
Dengan demikian selama sepuluh tahun terakhir pemerintahan 3 rezim; Gusdur, Megawati, dan SBY, negara tidak memiliki kemampuan mengurangi ketergantungan terhadap utang apalagi menghilangkannya. Justru utang negara meningkat 50,56% atau hampir setengah dari jumlah utang tahun 2001.
Pemerintahan SBY yang sudah memasuki dua periode jabatan, memiliki andil besar dalam menggelembengkuan utang negara. Sejak tahun 2004 hingga 2010, utang negara bertambah US$45,42 milyar dollar atau sekitar Rp 408,78 trilyun. Jadi dari 50,56% peningkatan utang negara sejak 2001, pemerintahan SBY menyumbangkan peningkatan utang sebesar 37,10%. Jika dihitung sejak tahun 1970 dengan jumlah utang pemerintah pada saat itu mencapai US$2,77 milyar, maka utang negara selama 40 tahun terakhir bertambah sebesar 6.589,53%.
Utang pemerintah tersebut terdiri atas utang luar negeri dan utang dalam negeri. Utang dalam negeri merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pinjaman pemerintah dalam bentuk surat utang atau obligasi. Perkembangan utang pemerintah terutama sejak masuknya IMF pada era reformasi meningkat drastis. Peningkatan tersebut didorong oleh biaya BLBI dan paket rekapitalisasi perbankan yang menelan biaya pokok Rp 650 trilyun. Biaya ini atas perintah IMF diaktuaisasikan pemerintah dalam bentuk Surat Utang Negara atau disebut juga obligasi rekap.
Selanjutnya, pemerintah menjadikan instrumen surat utang untuk mendanai APBN. Sehingga jika sebelumnya pemerintah hanya mengandalkan utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN, maka penjualan surat utang negara pun menjadi andalan utama pemerintah dalam berutang. Sebagai negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alam, dengan letak yang sangat strategis, menjadi sangat ironis negara ini hidupnya bergantung pada utang. Pertanyaan bagi kita; kemana potensi sumber daya manusia Indonesia? Kemana potensi sumber daya alam yang melimpah perginya? Tentu ada yang salah dengan sistem ekonomi dan ideologi yang diterapkan di negeri kita. Inilah yang harus direnungkan dan dipecahkan.
Selanjutnya, pemerintah menjadikan instrumen surat utang untuk mendanai APBN. Sehingga jika sebelumnya pemerintah hanya mengandalkan utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN, maka penjualan surat utang negara pun menjadi andalan utama pemerintah dalam berutang. Sebagai negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alam, dengan letak yang sangat strategis, menjadi sangat ironis negara ini hidupnya bergantung pada utang. Pertanyaan bagi kita; kemana potensi sumber daya manusia Indonesia? Kemana potensi sumber daya alam yang melimpah perginya? Tentu ada yang salah dengan sistem ekonomi dan ideologi yang diterapkan di negeri kita. Inilah yang harus direnungkan dan dipecahkan.
Jumlah utang pemerintah Indonesia pada saat ini mencapai US$185,3 milyar atau bila dirupiahkan dengan kurs Rp 9.000/US$ setara dengan Rp1.667,7 trilyun. Jumlah yang tidak sedikit yang bila dibebankan kepada 237,556 juta penduduk Indonesia maka setiap warga negara harus memikul utang negara sebesar Rp7 juta. Jika jumlah utang negara kita sudah sangat besar maka berapakah beban cicilan pokok dan bunga utang pemerintah yang harus dibayar rakyat dalam APBN? (baca: berapa utang pemerintah Indonesia?)
Berdasarkan data dari Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Oktober 2010, dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang pemerintah mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas cicilan pokok sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun. Proporsi anggaran pembayaran utang mencapai 23,21% dari Rp992,4 trilyun penerimaan APBN dimana hampir setengahnya atau 45,87% adalah pembayaran bunga utang pemerintah. Akibat besarnya jumlah cicilan utang, APBN pun mengalami defisit sangat besar, yakni Rp133,75 trilyun.
Berdasarkan data dari Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Oktober 2010, dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang pemerintah mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas cicilan pokok sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun. Proporsi anggaran pembayaran utang mencapai 23,21% dari Rp992,4 trilyun penerimaan APBN dimana hampir setengahnya atau 45,87% adalah pembayaran bunga utang pemerintah. Akibat besarnya jumlah cicilan utang, APBN pun mengalami defisit sangat besar, yakni Rp133,75 trilyun.
Cicilan Utang?
Sejak tahun 2000, tren cicilan utang pemerintah meningkat (lihat grafik). Dari Rp57,69 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp230,33 trilyun di 2010. Tingkat cicilan utang negara tahun ini meroket hampir 4 kali lipat cicilan utang pemerintah tahun 2000. Hanya pada tahun 2003 cicilan utang turun jumlahnya dari cicilan tahun 2002, dan tahun 2005 dari tahun 2004. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2000, tren cicilan utang tidak mengalami penurunan sama sekali (lihat tabel).
Selama 11 tahun terakhir, negara telah membayar utang sebesar Rp1.596,1 trilyun dan 54% di antaranya atau sekitar Rp864,67 trilyun adalah untuk membayar bunga utang yang jatuh tempo. Jumlah keseluruhan pembayaran utang pemerintah tersebut lebih dari 7,8 kali penerimaan APBN 2000, 4,7 kali penerimaan APBN 2003, 2,5 kali penerimaan APBN 2006, dan 1,6 kali penerimaan APBN 2010. Jumlah ini juga hampir menyamai jumlah utang negara tahun ini Rp1.667,7 trilyun. Sedangkan total pembayaran bunga utang pemerintah lebih besar dari anggaran penerimaan pajak tahun ini Rp743,3 trilyun.
Meski Indonesia telah membayar utang sebesar Rp1.667,7 trilyun selama 11 tahun terakhir, utang Indonesia tidak turun justru membengkak dari jumlah utang pada tahun 2000 yakni Rp1.235 trilyun. Bahkan jika dibandingkan jumlah utang pemerintah tahun 1998 sebesar Rp553 trilyun, jumlah utang pemerintah Indonesia tahun ini.
sumber :http://themaniax.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar